Rabu, 12 April 2017

ANALISIS KEBIJAKAN PANGAN DAN GIZI
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2014
TENTANG UPAYA PERBAIKAN GIZI











             OLEH :
            NAMA : HERAWATI
            NIM     : 016110003
                                               


PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT
PASCASARJANA STIK TAMALATE
MAKASSAR
2017


RINGKASAN  EKSEKUTIF

v  ISU DAN MASALAH PUBLIK
v  TUJUAN KEBIJAKAN
v  SUBTANSI POKOKKEBIJAKAN
v  MASALAH YANG TIMBUL AKIBAT KEBIJAKAN
v  RESISTENSI TERHADAP KEBIJAKAN
v  PREDIKSI KEBERHASILAN
v  KESIMPULAN REKOMENDASI















DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL
RINGKASAN  EKSKLUSIF
BAB  I            : KAJIAN KEBIJAKAN
1.1              MASALAH DASAR
1.2              TUJUAN YANG INGIN DI CAPAI
1.3              SUBTANSI KEBIJAKAN
BAB  II  : KOSEKUENSI DAN RESISTENSI
            2.1       PRILAKU YANG MUNCUL ( POSITIF DAN NEGATIF)
            2.2       RESISTENSI

BAB III : PREDIKSI KEBERHASILAN
            3.1       PREDIKSI TRADE OOF
            3.2       PREDIKSI KEBERHASILAN

BAB IV :  KESIMPULAN DAN REKOMENDASI








PENDAHULUAN
Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, sehingga kebutuhan pangan seharihari tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada kesehatan saja, akan tetapi berdapak pula pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dimasa yang akan datang. Sari (2011) Data prevalensi gizi buruk mengalami penurunan dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010 dan diharapkan pada tahun 2015, pravelensi gizi buruk dapat turun menjadi 3,6 %. Walaupun terjadi penurunan gizi buruk di Indonesia, tetapi masih akan ditemui sekitar 3,7 juta balita yang mengalami masalah gizi. Minarto (2011)

Upaya perbaikan gizi masyarakat disebutkan dalam undang-undang No 36 tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Menurut Kementerian Kesehatan RI dalam laporan target Millenium Development Goals (MDGs) dibidang kesehatan yang berhubungan dengan kemiskinan dan kelaparan menyatakan salah satu tujuan paling penting adalah penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk. Berdasarkan tujuan tersebut, maka salah satu target dalam MDGs ke empat yaitu berhubungan dengan penurunan kematian balita dan merupakan target paling
menentukan adalah penurunan prevalensi kasus gizi kurang dan gizi buruk (Bappenas RI, 2010). Terkait dengan hal tersebut bahwa pencapaian penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk dalam MDGs pada tahun 2015 adalah sebesar 15,0% dan 3,5% (Endang, 2011).

Jumlah balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia terus menurun sejak tahun 2004 sampai tahun 2007. Tahun 2010 dilaporkan secara nasional sudah terjadi penurunan prevalensi gizi buruk yaitu menjadi 4,9%, dan balita stunting yaitu menjadi 35,6%. Tetapi prevalensi gizi kurang masih menunjukkan angka yang sama dari keadaan tahun 2007 yaitu masih sebesar 13,0% (Kemenkes
RI, 2010a). Walaupun secara nasional terjadi penurunan prevalensi masalah gizi, tetapi masih terdapat 18 provinsi diatas prevalensi nasional, dan Provinsi Aceh termasuk 10 besar dengan masalah gizi. Keadaan prevalensi gizi di Propinsi Aceh dari laporan Riskesdas 2010 menurut indikator BB/U sebesar 7,1% mengalami gizi buruk dan sebesar 16,6% mengalami gizi kurang. Prevalensi sangat pendek menurut Indikator TB/U sebesar 24,2% dan balita yang pendek sebesar 14,8% serta prevalensi kekurusan pada balita yaitu menurut indikator BB/TB yaitu sebesar 6,3% sangat kurus dan 7,9% kurus (Kemenkes RI, 2010a).

Dalam mencapai tujuan RPJMN 2010-2014 pada bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan rencana strategi yang memuat berbagai indikator keluaran yang harus dicapai, baik bersifat kebijakan maupun strategis. Didalam perbaikan gizi terdapat delapan indikator yang telah ditetapkan, dua diataranya yaitu 100% balita gizi buruk dirawat dan kabupaten/kota melakukan surveilans gizi (Kemenkes, 2010b). Dalam Pemantauan Status Gizi diperlukan suatu penilaian terhadap status gizi yang bersumber dari baku rujukan. Untuk mengetahui besarnya masalah gizi pada suatu populasi umumnya digunakan indikator status gizi yang merefleksikan suatu kekurangan gizi (Kemenkes, 2011). Pemantauan Status Gizi (PSG) sebagai salah satu komponen Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) telah dilakukan semenjak Pelita IV dengan tujuan memberikan informasi gambaran besaran masalah gizi kurang(Depkes, 2000). Berdasarkan UU RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembiayaan Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan, bahwa informasi status gizi memegang peranan penting dalam menentukan perencanaan program di daerah.

Pengembangan data serta sistem informasi kesehatan di kota/kabupaten adalah sebagai pendukung pengambilan keputusan manajemen baik perbaikan  pelayanan maupun program kesehatan secara langsung. Pengumpulan data yang baik serta memadai dan seharusnya dilakukan secara rutin oleh pemegang program atau kegiatan survei, tetapi data atau informasi tidak teranalisis secara baik atau tidak dapat diakses secara tepat waktu dan untuk pemakai yang benar (Depkes, 2002). Menurut Lei (2002), pencatatan dan pelaporan merupakan indikator dari keberhasilan suatu kegiatan. Tanpa ada pencatatan dan pelaporan, apapun bentuk program gizi yang dilakukan akan meperoleh manfaat yang
kurang baik. Hasil dari pencatatan dan pelaporan merupakan sebuah data dan informasi yang berharga dan bernilai bila menggunakan metode yang tepat dan benar. Sehingga, data dan informasi merupakan sebuah unsur terpenting, karena data dan informasilah yang berbicara tentang keberhasilan suatu program.













BAB I
KAJIAN KEBIJAKAN


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2014
TENTANG UPAYA PERBAIKAN GIZI

A.      MASALAH
1.      Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai , setiap keluarga di harapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizi nya
2.      Pola pengasuhan anak kurang memadai , setiap keluarga dan masyarakata diharapkan dapat menyediakan waktu , perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik fisik mental dan social.
3.      Pelayanan kesehtan dan lingkungan kurang memadai , sistim pelayanan kesehtan yang ada diharapkan  dpat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkao oleh setiap keluarga

B.      TUJUAN
Mendorong perubahan sikap dan prilaku yang mendukung perbaikan gizi balita dan keluarga melalui peningkatan  pengertian , partisipasi  dan pemerataan  hasil kegiatan untuk mencapai keluarga yang lebih berkualitas

C.      SUB KEBIJAKAN
1.   Gizi Seimbang adalah susunan hidangan makanan sehari yang terdiri atas berbagai ragam bahan makanan yang berkualitas dalam jumlah dan proporsi yang sesuai dengan aktifitas fisik, umur, jenis kelamin dan keadaan fisiologi tubuh sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang, guna pemeliharaan dan perbaikan sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.
2.   Keluarga Sadar Gizi yang selanjutnya disingkat KADARZI adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya.
3.    Pelayanan Gizi adalah rangkaian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan gizi perorangan dan masyarakat melalui upaya pencegahan, peningkatan, penyembuhan, dan pemulihan yang dilakukan di masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan.
4.   Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai acuan kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas fisik untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
5.    Tenaga Gizi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang gizi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
6.   Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
7.    Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8.    Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
9.    Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.





















BAB II
KOSENKONSI DAN RESIS TENSI


A.    PRILAKU YANG MUNCUL
1.      POSITIF
Ø   MEMBUAT PEKERJA YANG SEMULA ABSEN KERJA TIDAK ABSEN
Ø  MEMBANTU MEMPERPANJANG MASA KERJA
Ø  MENAIKAN KEMAMPUAN PRODUKTIFITAS KERJA
Ø  MENETAPKAN KEADAAN YANG MEMUNKINKAN ANAK BISA MASUK SEKOLAH KEMBALI
Ø  MENINGKATKAN DAYA TANGKAP DALAM MENERIMA PELAJARAN ATAU KEMAMPUAN ORANG DEWASA MENYERAP MATERI SUATU TRANING.
2.      NEGATIF
Ø  KETIDAK SESUAIAN JUMLAH BANTUAN PROGAM YANG DIRENCANAKAN DARI PUSAT SAMPE KED DAERAH
Ø  KURANG SIAP SIAGANYA TENAGA PENYALURAN PROGAM DI LAPANGAN.
Ø  BESARNYA DANA YANG DI KELUARKAN DARI PUSAT TIDAK SESUAI DENGAN DI LAPANGAN
B.     RESISTENSI
1.      MASYARAKAT
2.      PUKISMAS
3.      DINAS KESEHATAN
4.      MENTRIKESEHATAN














BAB III
PREDIKSI KEBERHASILAN

A.  PREDIKSI “TRADE –OFF”
Upaya Perbaikan Gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi serta konsumsi pangan, sehingga berdampak pada perbaikan keadaan atau status gizi, terutama status gizi kurang dan status gizi buruk, serta mempertahankan keadaan status gizi baik.
Dengan telah berfungsinya dan berjalannya kebijakan perbaikan gizi mayarakat sangat membantu dalam penanganan beberapa kasus gizi buruk / gizi kurang atau kesulitan makan pada bayi / balita maupun pemberian panduan diet pada pasien dengan penyakit kronis, seperti Diabetes Mellitus, Hipertensi, TB Paru, maupun Obesitas.
B.   PREDIKSI KEBERHASILAN
Dalam SKN 2004 dinyatakan sekurang-kurangnya Puskesmas melaksanakan enam jenis pelayanan kesehatan tingkat dasar, yaitu promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, perbaikan gizi masyarakat.
Prediksi keberhasilan kebijakan Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang upaya perbaikan gizi sangat besar, ditambah dengan masuknya nilai-nilai global dan universal yang semakin membuka mata kita akan ketertinggalan keadaan gizi  kesehatan dibanding negara-negara lain dan akan mendorong kita untuk mempercepat ketertinggalan tersebut, termasuk dengan mengimplementasikan Undang-undang Kesehatan beserta dengan aturan pelaksanaannya.






BAB 1V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN
Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, sehingga kebutuhan pangan seharihari tidak dapat terpenuhi.
Upaya perbaikan gizi masyarakat disebutkan dalam undang-undang No 36 tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Dalam mencapai tujuan RPJMN 2010-2014 pada bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan rencana strategi yang memuat berbagai indikator keluaran yang harus dicapai, baik bersifat kebijakan maupun strategis. Didalam perbaikan gizi terdapat delapan indikator yang telah ditetapkan, dua diataranya yaitu 100% balita gizi buruk dirawat dan kabupaten/kota melakukan surveilans gizi (Kemenkes, 2010b). Dalam Pemantauan Status Gizi diperlukan suatu penilaian terhadap status gizi yang bersumber dari baku rujukan.

REKOMENDASI

Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang upaya perbaikan gizi ini sudah cukup baik, dan sudah antisipatif terhadap masyarakat tetapi masih ada beberapa pasal bermasalah yang perlu direvisi. Redaksional kebijakan tentang perbaikan gizi masyarakat  ini harus jelas sebagai bahasa hukum, tidak boleh ada kata-kata bermakna ganda.



0 komentar:

Cari Blog Ini

Popular Posts

Blogger templates

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogroll

Popular Posts